Sinintha Sibarani, Satu-satunya Hakim yang Menolak Potongan Hukuman Koruptor Edhy Prabowo
TOBATIMES, JAKARTA - Diketahui hukuman sembilan tahun penjara eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo dalam kasus korupsi ekspor benih lobster telah dipotong menjadi lima tahun penjara.
Sidang tersebut diadili oleh tiga orang hakim agung yakni Sofyan Sitompul sebagai majelis hakim dan anggotanya, Gazalba Saleh serta Sinintha Yuliansih Sibarani.
Hakim Sinintha dikabarkan menolak adanya pemotongan masa hukuman Edhy Prabowo, namun ia kalah suara sehingga putusan tetap pada pengurangan masa tahanan.
Sinintha Yuliansih merupakan hakim ad hoc di Mahkamah Agung dan dilantik pada April 2021 lalu.
Sebelumnya ia tercatat sebagai hakim ad hoc tindak pidana korupsi di PN semarang.
Dikutip dari komisiyudisial.go.id, Kamis (10/3/2022), Sinintha diketahui sepakat dengan adanya penerapan hukuman mati terhadap terdakwa tindak pidana korupsi.
Menurutnya hal tersebut perlu diterapkan sebagai efek jera.
“Selain sanksi badan, sebenarnya sudah banyak wacana-wacana yang diajukan seperti pemiskinan koruptor, adanya kerja paksa, dan itu semua sudah menjadi kajian. Namun, memang pelaksanaannya belum sampai di tingkat eksekusi,” ujarnya.
Sinintha sempat menyebut perlu adanya keseriusan dan keteladanan dari para pemimpin dan pelatihan serta pembinaan dan pengawasan terhadap sistem yang dijalankan atau dilaksanakan.
Diketahui Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo diketahui divonis sembilan tahun penjara dalam kasus suap izin budidaya lobster dan izin ekspor benih lobster.
Meski begitu, kini vonis hukum tersebut telah disunat menjadi lima tahun penjara dalam sidang.
Hakim menyebut, hukuman dikurangi lantaran Edhy Prabowo dianggap bekerja dengan baik selama menjadi menteri.
Meski Sinintha menolak adanya pengurangan masa hukuman tersebut, namun putusannya tak bisa berubah lantaran dua hakim lainnya menyetujuinya.
Putusan Mahkamah Agung menyebutkan, terdakwa Edhy Prabowo dipenjara selama lima tahun dengan denda sebesar Rp400 juta.
Tak hanya mengurangi pidana kurungan, MA juga mengurangi pencabutan hak politik dari tiga tahun menjadi dua tahun.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor dalam Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dengan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Atas hukuman tersebut, tim kuasa hukum Edhy mengajukan banding namun ditolak hakim, sehingga Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis dari lima tahun menjadi sembilan tahun penjara.
Selain pidana penjara dan denda, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah kurang lebih Rp 9 miliar.
Hakim menyebut, uang pengganti wajib dibayar dalam jangka waktu satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap.
Juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih dalam jabatan publik selama tiga tahun.