Penghuni Kerangkeng Langkat Dipaksa Makan Daging Babi, Pemandian Jenazah Pakai Air Kolam
TOBATIMES, LANGKAT - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengungkapkan, pihaknya mendapati adanya dugaan tindak pidana penistaan agama atas keberadaan kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Informasi itu didapati saat LPSK melakukan investigasi dan koordinasi langsung ke rumah Terbit Rencana Peranginangin di Langkat, Sumatera Utara sejak 27 Januari hingga 5 Maret 2022.
Adapun dugaan tindak pidana itu didasari atas pengakuan korban atau penghuni kerangkeng yang menyatakan kalau adanya pelarangan ibadah, baik untuk umat Islam maupun agama lain.
"Dugaan tindak pidana yang ditemui oleh tim LPSK. Terjadi penistaan agama dimana terjadi larangan salat jumat bagi muslim dan larangan ibadah minggu bagi umat kristiani," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi saat konferensi pers di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).
Tak hanya ibadah rutin, pihak atau penjaga dari kerangkeng itu juga melarang seluruh anak kereng (sebutan untuk penghuni kerangkeng) beribadah pada hari besar.
Ironisnya, untuk yang beragama Islam, dipaksa untuk memakan daging hewan yang dilarang sebagaimana yang terkandung dalam ayat suci Alquran.
"Kemudian larangan ibadah di hari besar. Kemudian menyuguhkan makanan haram bagi umat muslim seperti babi," kata Edwin.
Tak cukup di situ, Edwin juga mengungkapkan adanya penerapan kepada penghuni kerangkeng yang dinilainya tidak masuk akal.
Di mana, terhadap penghuni kerangkeng yang meninggal dunia di tempat tersebut, langkah yang dilakukan pihak kerangkeng terhadap jenazah yakni memandikannya dengan menggunakan air kolam ikan.
"Kemudian ada pemandian jenazah menggunakan air kolam ikan. Jadi setelah korban meninggal dimandikannya dengan air kolam ikan kemudian dikafankan, dimasukkan ke dalam peti dikirim," ucapnya.
Dalam temuannya tersebut, Edwin juga mengatakan, pihaknya mendapati adanya tindakan merendahkan martabat manusia.
Setidaknya ada 12 poin temuan yang dilakukan LPSK dari adanya kerangkeng manusia tersebut.
"Kami mendapati adanya peristiwa merendahkan martabat para anak kereng (sebutan penghuni kerangkeng atau korban)," kata Edwin.
Edwin lantas menjabarkan beberapa poin tindakan merendahkan martabat yang dialami anak kereng selama di dalam kerangkeng milik Terbit Rencana Peranginangin itu.
Pertama, kata dia, ada tindakan membotakkan kepala anak kereng, kedua, menelanjangi, serta meludahi mulut dari anak kereng.
Tak hanya itu, terdapat pula tindakan menelan air seni sendiri, menjilati sayur di lantai, mengunyah cabai sebanyak setengah kilogram lalu dilumuri ke wajah serta kelamin.
Bahkan kata Edwin, ada tindakan yang membuat dirinya tak kuasa menyebut hal itu, yakni anak kereng diminta untuk lomba onani hingga menjilati kelamin hewan.
"Ini bahkan, sampai saya tak kuasa menyebutnya, baru saat ini selama 20 tahun saya menangani korban, kasus ini yang paling kejam yang saya temui," ujarnya.
"Disuruh minum air seni sendiri dan menjilati kemaluan hewan anjing, anak kereng disuruh lomba onani," kata dia.
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerjunkan tim ke Sumatera Utara untuk melakukan investigasi dan pendalaman terkait adanya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Peranginangin.
Pada investigasi yang dilakukan LPSK pekan lalu itu, hasilnya terdapat beberapa temuan yang mengarah akan adanya dugaan tindak pidana.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo mengatakan, setidaknya, ada tiga dugaan tindak pidana yang ditemukan oleh tim investigasi LPSK saat menyambangi langsung kediaman orang nomor satu di Kabupaten Langkat tersebut.
"Untuk sementara LPSK berkesimpulan bahwa setidak-tidaknya ada dugaan tindak pidana dalam kasus penjara atau kerangkeng atau sel di rumah yg ada di Langkat. Paling tidak ada tiga tindak pidana," kata Hasto saat konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (31/1/2022). (Tribunnews)
Hasto membeberkan keseluruhan dugaan tindak pidana yang ditemui pihaknya itu. Pertama, kata dia ada dugaan menghilangkan kemerdekaan orang atau beberapa orang secara tidak sah.
Tindak pidana itu, kata Hasto, dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghilangan kemerdekaan tersebut.
"Hal ini bisa kita sebut ini adalah penyekapan," ujar Hasto.
Kedua, kata dia, adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dugaan TPPO itu ada kaitannya dengan pemanfaatan tenaga para penghuni kerangkeng secara paksa untuk melakukan pekerjaan di kebun sawit atau perusahaan yang diduga dimiliki oleh Terbit Rencana Peranginangin.
"Berkaitan dengan adanya pendayagunaan orang-orang yang ada di dalam sel ini untuk melakukan pekerjaan-pekrjaan di kebun sawit atau perusahaan yang dimiliki oleh terduga pelaku secara paksa dan barangkali tidak memenuhi aturan di dalan ketenagakerjaan," katanya.
Ketiga, LPSK melihat adanya dugaan tindak pidana lokasi rehabilitasi ilegal. Kerangkeng manusia itu kata Hasto, dinilai merupakan panti rehabilitasi ilegal dan tidak memenuhi standar.
Sebab, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat telah menyatakan kalaj tempat itu bukan merupakan panti rehabilitasi yang sah.
"Itu kan fasilitas yang ada di dalam kerangkeng ini tidak memenuhi standar baik sebagai penjara maupun pusat rehabilitasi," ucap Hasto.
Terlebih kata dia, kerangkeng manusia itu diisi oleh beberapa orang dan fasilitas sanitasi sangat buruk mengingat saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
"Bahkan barangkali, apalagi di masa pandemi apakah layak menempatkan orang dalam satu ruangan yang penuh sesak dan apakah dipenuhi standar-standar oleh prosedur kesehatan. Ini bisa di dalami lebih lanjut," tukasnya.