LBH: Siswa di Taput Turun Kelas Gegara Ortu Tak Pilih Suami Kasek Jadi Kades

Posted 16-11-2021 11:17  » Team Tobatimes
Foto Caption: Foto: Getty Images/GlobalStock) Ilustrasi sekolah

TOBATIMES, TAPUT - Direktur LBH Sekolah Jakarta, Roder Nababan, menyebut pihaknya mendapat kabar ada dua orang siswa di Tapanuli Utara (Taput) dipaksa turun kelas. Dia menyebut hal itu terjadi karena orang tua kedua siswa itu tak memilih suami kepala sekolah menjadi kepala desa setempat.

Dua siswa yang disebut dipaksa turun kelas itu adalah R (12) dan W (10). Keduanya disebut sebagai siswa kelas VI dan IV SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara.

"R dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orang tuanya tidak ingin memilih suami sang kepala sekolah di Pilkades mendatang. Tadinya R sudah duduk di bangku kelas VI harus rela duduk di kelas II, demikian juga W dari kelas IV ke kelas II," sebut Roder Nababan seperti dilansir dari Antara, Senin (15/11).

Dia mengatakan kedua siswa itu kerap mengalami intimidasi dari Kepsek berinisial JS hingga menerima ancaman untuk pindah sekolah setelah ayah R dan W diketahui mendukung calon kepala desa lain.

"Kebetulan, selain sebagai Kasek SDN 173377, si oknum juga menjadi pelaksana tugas Kepala Desa Batu Arimo. Yah, mungkin dia kesal saat mengetahui jika suaminya yang nyalon jadi Kepala Desa tidak didukung orang tua muridnya," kata Roder.

Dia menyebut peristiwa ini telah dilaporkan ke Unit I Polda Sumatera Utara atas tindak pidana pengancaman terhadap anak seperti diatur dalam UU Perlindungan Anak. Dia berharap masalah ini diproses secara hukum.

"Harapan kita, persoalan ini segera diatensi aparat hukum demi keadilan. Sebab, menurut penuturan korban dan keluarganya, kedua anak ini telah mengalami trauma mendalam setelah menjadi korban penyalahgunaan jabatan sang Kasek hingga harus rela duduk di bangku kelas II selama satu bulan seminggu terakhir," ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan Taput, Bontor Hutasoit, mengatakan pihaknya sudah memanggil Kepala SDN 173377.

"Dalam keterangannya, Kasek SDN 173377 membantah hal itu, kedua anak tersebut didudukkan di bangku kelas II adalah karena kedua siswa belum fasih dalam membaca. Itu jawabannya," ujar Bontor.

Bontor mengatakan kepala sekolah juga tidak dimungkinkan menurunkan kelas peserta didik dari kelas VI menjadi kelas II atau dari kelas IV menjadi kelas II. Menurutnya, siswa itu diajari di kelas II karena tidak lancar membaca.

Dia juga bicara soal status JS sebagai Plt Kepala Desa. Bontor mengatakan hal tersebut dilakukan sesuai aturan.

"Sesuai Peraturan Bupati, memang ketika ada jabatan, semisal jabatan kepala desa yang kosong diisi oleh penjabat yang bersumber dari PNS yang ada di wilayah itu demi pelayanan masyarakat," ujarnya.

Bantah

Sementara itu, Bupati Tapanuli Utara (Taput) Nikson Nababan membantah soal kabar dua siswa SD turun kelas gara-gara masalah Pilkades. Dia mengaku telah mengecek masalah itu.

"Itu tidak benar, sudah kita cek," kata Nikson Nababan saat dimintai konfirmasi, Senin (15/11).

Kepala sekolah SDN 173377, Juniati Sihotang, juga membantah dirinya menurunkan kelas siswa karena persoalan Pilkades. Juniati menyebut siswa yang berada di kelas VI itu sudah didaftarkan di Dapodik untuk mengikuti ujian akhir.

"Tidak benar saya menurunkan kelas RM yang saat ini duduk di kelas VI menjadi kelas II. Apalagi memindahkannya, mana mungkin lagi apalagi anak didik saya itu sudah mau ujian akhir sekolah dan namanya sudah masuk Dapodik," kata Juniati.

Juniati menyebut RM kurang lancar membaca meski sudah duduk di kelas VI. Karena itu, RM sesekali diminta untuk mengikuti pelajaran membaca di kelas II.

"Saya kasihan, teman-teman sekelasnya akan terganggu ketika proses belajar mengajar akibat RM kurang lancar membaca. Makanya sesekali saya minta RM bergabung ke kelas II untuk dilatih guru kelasnya agar semakin lancar membaca. Jadi bukan diturunkan kelasnya, RM tetap terdaftar murid kelas VI," tuturnya.

Juniati menyebut dirinya sudah pernah memanggil orang tua RM terkait persoalan ini. Namun, kata Juniati, orang tua RM tidak memberikan respons yang baik.

"Namun mereka terus bilang tidak ada waktu. Tapi saat berpapasan di jalan saya sering pesan agar RM dibimbing membaca di rumah, jangan hanya menjadi beban guru di sekolah yang sangat terbatas waktunya apalagi hampir 2 tahun akibat pandemi tidak ada belajar tatap muka," ucap Juniati.

Juniati juga membenarkan kalau suaminya merupakan calon kepala desa. Dia menegaskan tak ada kaitan Pilkades dengan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya.

"Memang benar suami saya Benson Tarihoran Cakades, namun saya tidak ikut campur apalagi mengancam dengan memindahkan anak mereka bila tidak memilih suami saya. Itu hak setiap orang, tidak ada urusan ke proses belajar mengajar," jelasnya.

Dikutip dari Harian SIB