Putusan Pengadilan Negeri Medan Nyatakan PT Hutahaean Bangkrut, Tak Mampu Bayar Hutang Rp 746 Juta

Posted 17-07-2023 08:23  » Team Tobatimes
Foto Caption: HW Hutahaean Pemilik PT Hutahaean

MEDAN - Majelis hakim Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri (PN) Medan telah menyatakan PT Hutahaean pailit atau bangkrut.

PT Hutahaean dinyatakan pailit karena memiliki utang sebesar Rp 746 juta terhadap hutan.

Ranto Sibarani, kuasa hukum PT Hutahaean, menganggap bahwa putusan ini memiliki kejanggalan dan telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

"Kami telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena kami merasa putusan pailit terhadap PT Hutahaean sangat berlebihan dan terburu-buru," kata Ranto Sibarani pada Minggu (16/7/2023) malam.

Putusan pailit tersebut dibacakan pada 10 Juli 2023 oleh Majelis hakim yang dipimpin oleh Ulina Marbun.

Ranto juga berpendapat bahwa putusan ini akan mencoreng sistem peradilan. Menurutnya, saat ini PT Hutahaean berada dalam keadaan baik-baik saja dan semua operasional usaha berjalan dengan lancar.

"Keuangan kami dalam keadaan baik dan menguntungkan," tambah Ranto.

Dia mengatakan bahwa PT Hutahaean telah mempekerjakan lebih dari 2.000 karyawan yang berada dalam kondisi baik dan tidak seharusnya dinyatakan pailit hanya karena utang sebesar Rp 746 juta.

"Pada kenyataannya, kami telah menandatangani proposal perdamaian di hadapan Hakim Pengawas saat Rapat Kreditor pada tanggal 3 Juli 2023. Proposal ini juga ditandatangani oleh kuasa hukum semua kreditor dan tim pengurus," katanya.

"Seharusnya majelis hakim meminta proposal perdamaian ini dari Hakim Pengawas karena masih ada waktu 270 hari untuk mencapai perdamaian. Kami menilai bahwa persyaratan ini belum terpenuhi sesuai dengan Pasal 228 Ayat 6 UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan," jelasnya.

Menurut Ranto, putusan pailit terhadap PT Hutahaean merupakan suatu tindakan terburu-buru dan bertentangan dengan fakta yang ada.

"Kami menduga bahwa putusan pailit ini dikarenakan PT Hutahaean menolak membayar biaya dan jasa tim pengurus sebesar Rp 2,5 miliar, yang terdiri dari biaya tim pengurus sebesar Rp 1 miliar dan biaya jasa tim pengurus sebesar Rp 1,5 miliar," ucapnya.

Ranto menjelaskan bahwa dengan utang sebesar Rp 746 juta, sangat tidak masuk akal jika tim pengurus meminta biaya sebesar Rp 2,5 miliar.

"Mengapa jumlah biaya pengurus lebih besar daripada jumlah utang. Oleh karena itu, kasus kepailitan terhadap PT Hutahaean sangat mencurigakan dan tidak berdasar," tegasnya.

Dia mengungkapkan bahwa PT Hutahaean telah mempertanyakan biaya pengurus dua kali, yaitu pada tanggal 17 April 2023 dan 3 Juli 2023.

Namun, menurutnya, tim pengurus baru memberikan jumlah biaya pengurus pada tanggal 6 Juli 2023 yang ditandatangani oleh Benyamin Purba, Josua Nainggolan, Eriksoni Purba, dan Fransisco Samuel Halomoan Purba.

"Pada tanggal 6 Juli 2023, tim pengurus menginformasikan bahwa biaya pengurus sebesar Rp 2,5 miliar, dan pada tanggal 10 Juli 2023, majelis hakim memutuskan PT Hutahaean dalam keadaan pailit. Waktu yang singkat ini sangat mencurigakan jika dikaitkan dengan jumlah biaya dan jasa tim pengurus yang sangat besar," ungkapnya.

Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa majelis hakim yang menangani kasus ini diduga mengabaikan niat baik PT Hutahaean untuk membayar utang kepada kreditor dan mengabaikan proposal perdamaian yang telah ditandatangani oleh debitur, kreditor, dan tim pengurus.

Bahkan, PT Hutahaean telah setuju untuk membayar utang kepada pemohon yang merupakan mantan karyawan PT Hutahaean.

"Kami telah bersedia membayar utang kepada para pemohon sebesar Rp 1 miliar beserta biaya jasa pengurus, namun pengurus menolak," katanya.

Ranto menegaskan bahwa majelis hakim tidak mempertimbangkan biaya dan jasa tim pengurus yang tidak wajar jika dibandingkan dengan jumlah utang kreditor dalam kasus ini.

"Padahal, Permenkumham Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 6 jelas mengatur bahwa imbalan jasa pengurus paling besar 7,5 persen dari jumlah yang harus dibayarkan, namun jumlah yang diminta oleh tim pengurus sangat tidak wajar," ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengimbau para pemasok, mitra bisnis, konsumen, dan seluruh karyawan PT Hutahaean untuk tidak khawatir terhadap putusan pailit ini.

"Kami menjamin bahwa semua kewajiban perusahaan akan dibayarkan tepat waktu. PT Hutahaean dalam keadaan sehat dan baik-baik saja dengan aset perusahaan yang bernilai triliunan rupiah dan jumlah karyawan lebih dari dua ribu. Tidak ada alasan untuk khawatir dengan pailit hanya karena utang sebesar Rp 746 juta," jelasnya.

Terkait dengan besarnya biaya dan jasa tim pengurus yang dianggap tidak sesuai dengan Permenkumham Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 6, Ranto menegaskan bahwa pihaknya akan mempelajarinya terlebih dahulu.

"Kami akan mempelajarinya terlebih dahulu apakah wajar bagi tim pengurus untuk meminta biaya dan jasa imbalan yang sangat besar. Oleh karena itu, kami akan mempertimbangkan langkah-langkah untuk melaporkan ini kepada Komisi Etik Kurator," tegasnya.

Selain itu, pihaknya juga akan mempelajari putusan pailit terhadap PT Hutahaean yang dikeluarkan oleh majelis hakim.

"Kami juga sedang mempelajari putusan pailit tersebut. Menurut kami, putusan ini terkesan terburu-buru. Apakah ada hubungannya dengan jumlah biaya pengurus yang sangat besar? Jika