Utang Ganti Rugi Lapindo Belum Dibayar: Perusahaan Aburizal Bakrie Ditekan oleh Kemenkeu
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menagih utang ganti rugi bencana lumpur Lapindo kepada perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Aburizal Bakrie, yang telah jatuh tempo sejak tahun 2019.
Hingga pertengahan 2023, utang dana talangan ganti rugi bencana lumpur Lapindo PT Lapindo Minarak Jaya (LMJ) masih belum diselesaikan. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Rionald Silaban, telah berulang kali mengirim surat kepada perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Aburizal Bakrie untuk menyelesaikan kewajibannya.
Baca Juga Tokoh Batak Rionald Silaban Komisaris Bank Mandiri Sekaligus Direktur BPPK
Namun, utang tersebut belum juga diselesaikan. "Kami sudah berkirim surat, menagih, namun pihak terkait menyampaikan alasan-alasannya," ujar Rionald.
Oleh karena itu, Rionald menyebut bahwa masalah utang Lapindo telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) cabang Jakarta. Diharapkan panitia antardepartemen ini dapat menyelesaikan utang yang nilainya telah mencapai lebih dari Rp 2 triliun.
"Kami serahkan ke PUPN sehingga nanti PUPN cabang Jakarta itu akan memanggil sesuai dengan kewenangannya," kata Rionald.
Sebagai informasi, jumlah utang Lapindo yang terdiri dari pokok, bunga, dan denda telah mencapai Rp 2,23 triliun hingga akhir 2020. Jumlah tersebut terus bertambah akibat denda yang dikenakan atas keterlambatan pembayaran.
Utang Lapindo ini telah ada sejak tahun 2007, ketika pemerintah memberikan dana talangan untuk ganti rugi bencana alam lumpur Lapindo melalui perjanjian pemberian pinjaman dana antisipasi untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga korban luapan Lumpur Sidoarjo pada 22 Maret 2007.
Pada saat itu, Lapindo mendapatkan pinjaman dari negara sebesar Rp 781,68 miliar. Jumlah tersebut belum termasuk bunga dan denda keterlambatan pengembalian.
Perjanjian pinjaman ini memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8 persen. Adapun denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman.
Dalam perjanjian tersebut, Lapindo diharapkan akan melunasi utangnya dalam empat tahap sehingga tidak perlu membayar denda atau melunasi pada tahun 2019.
Namun, hingga jatuh tempo, Lapindo baru mencicil satu kali sebesar Rp 5 miliar dari total utang Rp 773,8 miliar. Hingga saat ini belum ada pembayaran lanjutan, sehingga utang terus bertambah akibat berjalannya denda.
Sebelumnya, Rionald pernah menyebut bahwa LMJ telah meminta agar aset yang terkait disita untuk melunasi utangnya. Namun, pihak Kementerian Keuangan lebih memilih agar pembayaran utang dilakukan secara tunai daripada melalui aset.